Arogan dalam krisis..Teori Baru Manajemen?

Hari Jumat 28 November kemarin adalah hari kerja terakhir saya di perusahaan ini. Untuk yang kesekian kalinya Presiden Komisaris perusahaan ini memanggil saya ke ruangannnya untuk menegosiasikan kembali pengunduran diri saya. Beliau menjanjikan berbagai iming-iming mulai dari kenaikan jabatan sampai dengan kenaikan gaji secara instan apabila saya mengurungkan niat saya. Akan tetapi saya tetap menyampaikan bahwa saya sudah melangkah dengan penuh pertimbangan dan tidak akan menarik kembali kaki yang telah saya langkahkan..

Seketika pembicaraan berbalik menjadi sebuah tuduhan. Beliau melihat kejanggalan atas pengunduran diri yang berentetan seperti tulisan saya sebelumnya dan mengingkari bahwa masing-masing mereka memiliki ketidakcocokan terhadap pola manajemen, karena alasan tersebut tidak bisa menjawab mengapa waktunya harus bersamaan untuk mengundurkan diri. …Benar juga sih, meskipun pada kenyataannya waktu yang bersamaan itu hanyalah kebetulan karena kelelahan mereka terhadap arogansi manajemen telah memang telah mencapai klimaksnya. Interogasi terhadap saya lalu menuju sebuah penilaian seolah-olah saya yang memobilisasi rekan-rekan untuk mengundurkan diri.

Emosi saya memuncak di ruangan itu meskipun bisa saya kendalikan untuk tidak ditampakkan. Betapa tidak, bukannya mengintrospeksi kekeliruan pola manajemen tetapi justru mencari kambing hitam untuk dipersalahkan. Orang bodoh juga tahu bahwa apabila satu personil mengundurkan diri bisa jadi  memang pribadinya yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan pola manajemen. Akan tetapi apabila lebih dari 50% personil yang mengundurkan diri karena ketidakcocokan terhadap perusahaan, masihkah bisa dikatakan pribadi mereka yang tidak sesuai dengan manajemen?? 

Tanpa berpikir bijak, kalimat-kalimat tantangan pun mengorek kasar telingaku. "You boleh liat nanti setelah 3 tahun, you jadi apa dan perusahaan saya jadi apa. Kondisi resesi begini susah mencari kerja, you pasti lebih enak di sini. Nanti kita akan jadi besar dan banyak proyek milyaran yang akan kita dapatkan. Bagaimanapun institusi ini tidak akan kalah dengan karyawan. Wah, wah….betapa sombongnya, pikirku. Dalam kondisi perusahaan yang begitu kritis karena kehilangan lebih dari 50% karyawannya, masih saja  bapak yang keras kepala ini arogan dalam mempertahankan bom waktu dipelukannya. Di beberapa saat selanjutnya, pembicaraan pun berlanjut satu arah dengan mendengarkan ceramah kesombongan tingkat tinggi antara lain :

  1. Perusahaan akan membangun kantor 5 lantai dalam waktu 3 tahun. Padahal tahun ini saja tidak ada proyek yang berhasil baik tanpa catatan. Beberapa proyek bahkan terancam penalty karena melewati deadline. Molornya proyek itu juga karena sulitnya pelaksana proyek memperoleh uang Rp.50.000 untuk fotokopi..
  2. Manajemen perusahaan diadaptasi dari manajemen klub sepakbola kebanggaan Chelsea. Padahal 3 gol ataupun 10 gol yang dikejar oleh sebuah klub sepakbola dalam sebuah pertandingan, jumlah pemainnya tidak boleh lebih dari 11 orang. Artinya berapapun jumlah proyek yang dikerjakan, jumlah karyawan tidak perlu menjadi pertimbangan.  Cukup dioptimalkan dengan lembur 24 jam tanpa uang lembur..
  3. Kedua anak beliau berumur dibawah 27 tahun yang menjadi Direktur adalah lulusan S2 luar negeri sehingga PASTI lebih pintar daripada dosen IT ahli metadata lulusan Thailand yang berpengalaman bertahun-tahun atau sistem analis lulusan ITB yang berpengalaman di United Nations sekalipun. Untuk yang ini, saya tidak perlu berkomentar tentang kelogisannya. Cukup tanyakan saja pada anak-anak pengurus OSIS tentang kebenarannya..
  4. Dan lain-lain yang saya sendiri bahkan malu menceritakan lebih lanjut, karena bagaimanapun saya pernah berada dibawah manajemen mereka, suka atau tidak suka.

Saya masih berpikir positif tentang semua ini. Kemungkinan besar ini adalah teori dan pola baru manajemen yang baru saja ditemukan sehingga saya masih belum sempat mempelajarinya. Mungkin saya perlu mencari pustaka tentang teori bahwa kita perlu bersikap arogan dalam menghadapi krisis…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

company

Next article

Fast Adaptation to Survive